Tahukah kamu? Di China, mereka sedang membangun kota baru dari nol yang sepenuhnya dikendalikan kecerdasan buatan, dengan drone beroperasi layaknya kendaraan umum di langit. Pembangunan Xiong’an New Area saja saja sudah Rp 2 ribuan triliun, dan mencakup transportasi otonom, analisis big data real‑time, hingga pengiriman barang menggunakan drone dalam kota. Apakah ini hanya sekadar fiksi ilmiah? Ternyata tidak.
1. Xiong’an New Area: Kota Cerdas di Atas Kertas dan Sensor
Xiong’an New Area merupakan proyek ambisius yang diumumkan oleh Presiden Xi Jinping pada April dua ribu tujuh belas, terletak sekitar seratus kilometer dari Beijing Dibangun sebagai bagian strategi “segitiga ekonomi Beijing‑Tianjin‑Hebei”, kota ini dirancang sebagai “ibu kota masa depan” yang benar‑benar pintar, dengan digital twin—model virtual dari seluruh infrastruktur kota seperti gedung, jalan, dan jaringan sensor.
Fitur unggulan:
- Kendali lalu lintas real‑time: berkat big data dan AI, sistem dapat mengalihkan arus jika terjadi kemacetan atau bencana.
- Transportasi otonom: dari bus, mobil, hingga truk listrik tanpa pengemudi sudah mulai diuji.
- Pengelolaan energi cerdas: tiang lampu, jaringan utilitas, hingga ventilasi gedung dikontrol otomatis agar efisien.
Semua itu bertujuan menciptakan lingkungan yang ramah lingkungan, hemat energi, dan minim limbah.
2. Shenzhen: Surga Drone Dunia
Shenzhen, kota yang dikenal sebagai “Silicon Valley-nya China”, adalah pusat industri drone global. Rumah bagi DJI, pemimpin pasar drone konsumer dan profesional, kota ini juga menjadi pilot project untuk drone pengiriman di kawasan perkotaan.
Potensi drone urban di Shenzhen:
- Jalur penerbangan drone komersial untuk antar barang seperti makanan, obat, dan dokumen resmi.
- Regulasi eksperimental terkait Urban Air Mobility (UAM), yaitu konsep lalu lintas udara urban, sudah diterapkan.
- Kolaborasi pemerintah-swasta menciptakan koridor udara khusus drone, terintegrasi dengan sistem lalu lintas darat.
Shenzhen adalah contoh nyata bagaimana drone bukan hanya sekadar alat hobi, tapi bagian penting dari ekosistem kota masa depan.
3. Hangzhou & City Brain: Otak Digital Pengelola Kota
Hangzhou, ibu kota provinsi Zhejiang dan markas besar Alibaba, mengimplementasikan sistem City Brain—sistem AI yang memantau segala aspek kota secara real‑time
Manfaat City Brain:
- Reduksi kemacetan lebih dari dua puluh persen karena pengaturan lampu lalu lintas otomatis.
- Respons darurat optimal berkat analisis pola kecelakaan dan pengiriman ambulans otomatis.
- Pendeteksian dini potensi kriminal dan kebakaran berdasarkan analisis CCTV dan pola pola publik.
Menurut penelitian MIT Technology Review, sistem ini mampu menghemat waktu dan meningkatkan efisiensi layanan publik.
4. Chengdu & Suzhou: Robotisasi dan Otomasi Industri
Chengdu berkembang sebagai pusat robotika dan AI manufaktur. Banyak pabrik di sana menerapkan automasi penuh, termasuk lini perakitan dan pergudangan, dengan program pendidikan AI untuk pelajar sejak sekolah menengah.
Suzhou Industrial Park merupakan contoh integrasi IoT industri besar dengan lebih dari dua juta sensor. Otomasi ini mempercepat logistik, meningkatkan produktivitas, dan meminimalkan supervisi manusia.
5. Pelajaran untuk Indonesia: Siapkah Kita?
Beberapa kota pintar Indonesia seperti Bandung, Makassar, maupun Jakarta sudah mulai menerapkan sistem smart city berbasis sensor dan IoT. Namun, masih menempel pada kota lama yang sulit didesain ulang.
Peluang:
- Mengadopsi big data & AI untuk lalu lintas, kesehatan, dan layanan publik.
- Investasi jangka panjang untuk membangun infrastruktur dari nol.
- Kolaborasi pemerintah‑swasta‑akademisi guna menciptakan ekosistem inovasi.
Tantangan:
- Biaya pembangunan sangat besar.
- Regulasi perlindungan data pribadi dan privasi belum memadai.
- Risiko otomatisasi yang mengurangi jumlah lapangan kerja.
6. Dampak Sosial, Ekonomi, dan Privasi
Dampak positif:
- Efisiensi layanan publik meningkat.
- Penurunan polusi dan kemacetan.
- Akses publik lebih mudah, respons darurat lebih cepat.
Risiko dan kekhawatiran:
- Pengawasan massal dapat melewati batas privasi warga.
- Otomatisasi mengancam pekerjaan skala menengah‑rendah.
- Ketidaksetaraan teknologi berpotensi melebar jika hanya kota besar yang mendapatkan infrastruktur tinggi.
7. Apa Kata Para Ahli?
- World Economic Forum menyatakan bahwa smart city adalah masa depan kehidupan urban global.
- OECD dan World Bank memperkirakan sebagian besar kota besar dunia akan berbasis AI dalam dua puluh tahun ke depan.
- Akademisi dari Harvard Kennedy School mengingatkan pentingnya regulasi privasi saat membangun sistem digital kota.
Penutup
China kini sedang merancang ulang wajah kota dengan membangun dari nol—mengandalkan AI, big data, drone, dan drone-delivery urban. Xiong’an, Shenzhen, Hangzhou, Chengdu, hingga Suzhou memperlihatkan kecepatan transformasi teknologi urban. Bagi Indonesia, kesempatan dan tantangan sudah di depan mata. Dengan kolaborasi, regulasi, dan inovasi, bukan tidak mungkin kita bisa membangun kota pintar yang berkelanjutan.
Bagaimana menurut kamu? Sudah siapkah Indonesia melangkah ke era kota cerdas seperti China? Tulis pendapatmu di kolom komentar, dan jika artikel ini bermanfaat, jangan lupa bagikan ke teman atau kerabatmu!